Jumat, 14 Oktober 2011

Bertemu di UMM, Pimpinan PTIS Gagas Pendidikan Karakter

2011-10-04 | 
Seluruh pimpinan kampus Islam swasta yang tergabung dalam Badan Kerjasama  Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS) foto bersama di Helypad UMM.
Sejumlah pimpinan kampus Islam swasta yang tergabung dalam Badan Kerjasama  Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS) bertemu di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (2/10). Selain silaturahim tahunan pasca Idul Fitri, mereka juga melakukan rapat nasional membahas berbagai persoalan nasional.

Salah satu isu yang mengemuka adalah tentang Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) dan pendidikan karakter. Isu-isu itu mulanya dicetuskan Ketua Dewan Pembina BKS PTIS, Prof. Dr. E. Saefullah W, SH, LLM. Mantan rektor Unisba ini menyatakan RUU itu belum sepenuhnya berpihak kepada PTS.

“Baik dalam UU yang dibatalkan maupun RUU yang sedang dibahas, tak ada poin yang menyatakan dukungan kepada perguruan tinggi swasta. Setidaknya, jika dilihat dari sisi anggaran pendidikan, PTS hanya diberi bantuan, bukan diberi anggaran,” kata E. Saefullah. Padahal, sebagai warga negara yang membayar pajak, pelaksana pendidikan swasta sebetulnya juga berhak atas anggaran pendidikan.

Saat ini, kata ketua BKS PTIS, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, ada setidaknya 500 PTIS dari 2000an PTS di Indonesia. Jumlah itu jauh lebih banyak daripada PTN yang tidak sampai seratus buah. Tetapi anggaran untuk PTS justru jauh lebih minim daripada PTN. “Ini perlu kita perjuangkan agar UU PT nantinya mengakomodasi persoalan ini,” kata rektor UII Jogjakarta ini.
  
 Diskusi tentang pendidikan karakter memperoleh perhatian karena beberapa peserta rapat justru menganggap isu tersebut sudah bukan barang baru lagi. Sebab, bagi PTIS, pendidikan karakter sudah sejak awal digunakan dalam kegiatan sehari-hari. “Bukankah pendidikan agama dan moral sudah kita ajarkan di kampus-kampus kita. Ini bukan barang baru lagi bagi PTIS,” ujar Sekjen BKS PTIS, Prof. Dr. Suyatno, MPd.


Rektor Unisula Semarang, Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin, mengungkapkan pendidikan karakter bisa didorong melalui iman dan takwa yang harus seimbang dengan prestasi akademik. Untuk itu kampus harus menyediakan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkannya. “Itu bisa diwujudkan melalui perpustakaan,” kata Laode menyontohkan.  Dia berharap nilai-nilai Islam akan menjadi alternatif pendidikan karakter di Indonesia.

Sementara itu, usulan agar kepengurusan BKS-PTIS diregenerasi belum terwujud hingga pertemuan sehari itu usai. Rektor UMM, Dr. Muhadjir Effendy, MAP, yang didorong untuk menjadi ketua BKS PTIS periode mendatang belum menyatakan secara eksplisit kesediaannya. Pihaknya mengaku masih harus berkonsultasi dengan PP Muhammadiyah.  “Mengenai hal ini saya kira harus ada ijin PP Muhammadiyah,” ungkap Muhadjir.

Ketua dan Sekjen, Edy Suandi dan Suyatno, kini sudah terpilih menjadi Ketua dan Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi). Sebelum dibentuk kepengurusan baru, keduanya masih dinyatakan sebagai Ketua dan Sekjen BKS-PTIS. “Kita berharap pertemuan bisa semakin diperluas dengan kehadiran anggota yang lebih banyak, setidaknya dua kali dalam setahun,” harap Suyatno tentang keaktifan anggota BKS PTIS. (bib/nas)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar